ETIKA POLITIK PARA MANTAN

Walau Donald Trump itu sangat kontroversi, dianggap rasis, dan tudingan-tudingan negatif lain. Tapi saat Trump dilantik di Washington, semua mantan presiden Amerika Serikat hadir, itulah tradisi demokrasi Amerika. Para mantan presiden AS yang masih hidup hadir di pelantikan Trump. Tak peduli mereka dari partai lawan atau kawan. Ada Jimmy Carter yang sudah tua, ada George Bush, ada Cinton dengan Hillary, dan tentu ada Obama dengan Michell. Mereka hadir menghormati sang presiden baru Donald Trump. Mereka hadir menunjukkan kesatuan AS. Ini sudah menjadi tradisi lama mereka. Menjadi tradisi yang indah. Kendati di Pilpres bersaing ketat, tapi saat salah satu terpilih, semua hadir menyatu atas nama kepentingan negara dan demokrasi.


Apakah tradisi baik seperti ini juga ada di Indonesia? Di negeri ini politik sering masuk sebagai persoalan personal. Perbedaan politik acapkali jadi konflik personal. Maka tak heran kalau tradisi menghadiri pelantikan presiden dan upacara resmi kenegaraan sering tidak dihadiri para mantan presiden.


Ada lagi tradisi demokrasi yang bagus di AS, yaitu mantan presiden itu tidak lagi tampil dalam wacana-wacana politik. Secara etis mantan presiden tidak akan mengkritik penggantinya. Kita tidak sulit menemukan kritikan George Bush pada Obama. Atau kritikan Bill Clinton pada Bush. Nanti Obamapun harus menghindari mengkritik Trump. Itu sudah menjadi etika tak tertulis.


Di Indonesia etika mantan presiden mundur dari kancah politik semacam itu disebut pak Harto sebagai “Lengser keprabon madeg pandito”. Soeharto setelah lengser tdk mau berkomentar tentangan politik, apalagi kritik pada presiden penggantinya. Pak Habibie yang biasa hidup dalam budaya Jerman, juga tidak pernah mengkritik presiden. Gus Dur juga mencoba membangun tradisi itu. Walau Gus Dur diturunkan saat menjabat, tapi setelah lengser beliau tidak menyerang atau mengkritik penggantinya. Tapi tradisi itu apa berlanjut? Anda bisa melihat sendiri bagaimana bu Mega dan pak SBY beberapa tahun terakhir.


Kalau ingin membangun mentalitas etis warga bangsa ini, para pemimpin harus menjadi contoh. Para negarawan sebagai tokoh-tokoh demokrasi, sudah seharusnya memegang teguh etika dan mengembangkan sikap-sikap kenegarawanan. Justru tidak elok kalau para mantan presiden itu saling kritik atau saling serang dengan penggantinya hanya karena politik praktis sesaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *